Apabila melihat dari blog sebelumnya tentang Undang-undang Pemukiman&Perumahan,dapat kita simpulkan bahwa Pemerintah wajib mengakomodir warganya dalam sektor kebutuhan pokok. Kebutuhan pokok adalah Sandang,Pangan, Papan. Tetapi dalam UU ini yang dibahas yaitu kebutuhan papan(rumah).
Seperti pembahasan blog sebelumnya tentang rencana tata ruang kota bahwa, semua kota mempunyai RTRWnya masing-masing untuk penempatan kebutuhan lahan. Kebutuhan lahan itu antara lain adalah, sektor komersial, ruang publik, konservasi, hunian, dsb. Setiap bangunan yang di bangun di eilayah tersebut harus tepat peruntukan lahannya. Begitu juga dengan perumaahan. Hunian yang baik adalah yang tepat peruntukan lahannya sesuai dengan RTRW wilayah tersebut.
Jadi kesimpulannya adalah, sebagai arsitek, perencana, dan pelaksana proyek, dalam pembangunan bangunan apapun itu harus sesuai peruntukan lahannya. Misalnya, gedung pusat perbelanjaan dibuat pada sektor lahan Komersial. Taman kota dibuat pada jalur hijau / sektor Ruang terbuka Hijau. dan bangunan hunian / rumah harus dibangun pada sektor Hunian
Dzaky belajar ngeBlog
Selasa, 19 Februari 2013
Opini mengenai Peraturan Pembangunan Nasional
Apabila melihat dari blog sebelumnya tentang Peraturan Pembangunan Nasional ,dapat kita simpulkan bahwa perencanaan kota mempunyai aturan yang jelas dalam pengerjaannya. baik itu di tngkat pusat ataupun di tingkat daerah. Semuanya diperlukan aturan yang sistematis dan rigid.
Dalam perencanaannya Sebuah negara mempunyai "Master plan" negara tersebut dan dalam Pellaksanaannya pemerintah mempunyai Peraturan Pemerintah (PP) untuk terwujudnya "Master plan" negara tersebut. Semua perencana dan pelaksana proyek pembangunan harus taat terhadap Peraturan Pemerintah yang telah di sahkan oleh pemerintah.
Begitu juga dengan tingkat daerah. Setiap daerah mempunyai otonominya masing-masing dalam menentukan perencanaan kota untuk kedepannya. Perencanaan itu berbenuk Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang semua daeraah mempunyainya. Dan untuk mewujudkan perencanaan itu dibutuhkan adanya aturan. Aturan dalam tingkat daerah diatur pada Peraturan Daerah (Perda).
Kesimpulannya adalah sebagai arsitek, perencana, dan pelaksanaa proyek, harus mengikuti aturan-aturan yang aada pada wilayah yang dibangunnya.
Opini mengenai Hukum Perikatan
Bila melihat dari blog sebelumnya tentang Hukum Perikatan, dapat kita tarik kesimmpulan bahwa dalam melakukan pembelian jasa kita memerlukan adanya perjanjian kontrak yang jelas antara pengguna jasa dan pemberi jasa.
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah:
1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
2. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
3. Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
4. Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum
Hukum Perikatan
Menurut Hofmann :
Suatu
hubungan hukum antara sejumlah terbatas subyek-subyek hukum sehubungan dengan
itu dengan seseorang atau beberapa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk
bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain, yang berhak atas sikap
yang demikian itu
Menurut Pitlo :
Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara 2 orang atau
lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain
berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi
Perikatan
adalah suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana pihak yang satu berhak
menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan
itu. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.
Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).2. Perikatan yang timbul undang-undang.Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen)
a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata
Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber perikatan.
b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia
Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).
Sumber : elearning.upnjatim.ac.id/
Undang-undang Pemukiman&Perumahan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992
TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang
|
: a.
|
bahwa dalam pembangunan nasional yang pada akikatnya
|
adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
| ||
pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, perumahan &
| ||
permukiman yang layak, sehat, aman, serasi, dan teratur
| ||
merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia dan
| ||
merupakan faktor penting dalam peningkatan harkat dan
|
martabat mutu kehidupan serta kesejahteraan rakyat dalam
masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa dalam rangka pening katan harkat dan martabat, mutu kehidupan dan kesejahteraan tersebut bagi setiap keluarga Indonesia, pembangunan perumahan dan permukiman sebagai bagian dari pembangunan nasional perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan secara terpadu, terarah, berencana, dan berkesinambungan;
c. bahwa peningkatan dan pengembangan pembangunan perumahan dan permukiman dengan berbagai aspek permasalahannya perlu diupayakan sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya untuk mendukung ketahanan nasional, mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup, dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia Indonesia dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
Dari kutupan Undang - Undang tersebut dapat kita simpulkan bahwatuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimuat di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dilaksanakan pembangunan nasional, yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan pembangunan kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah, dalam suatu masyarakat Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila.
Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Perumahan dan permukiman tidak dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan kehidupa semata-mata, tetapi lebih dari itu merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan untuk memasyarakatkan dirinya, dan menampakkan jati diri.
Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam pembangunan dan pemilikan, setiap pembangunan rumah hanya dapat dilakukan di atas tanah yang dimiliki berdasarkan hak-hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sistem penyediaan tanah untuk perumahan dan permukiman harus diganti secara nasional karena tanah merupakan sumber daya alam yang tidak dapat bertambah akan tetapi harus digunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Proses penyediaannya harus dikelola dan dikendalikan oleh Pemerintah agar supaya penggunaan dan pemanfaatannya dapat menjangkau masyarakat secara adil dan merata tanpa menimbulkan kesenjangan ekonomi dan sosial dalam proses bermukimnya masyarakat.
Untuk mewujudkan perumahan dan permukiman dalam rangka memenuhi kebutuhan jangka pendek, menengah, dan panjang dan sesuai dengan rencana tata ruang, Suatu wilayah permukiman ditetapkan sebagai kawasan siap bangun yang dilengkapi jaringan prasarana primer dan sekunder lingkungan.
Penyelenggaran pembangunan perumahan dan permukiman mendorong dan memperkukuh demokrasi ekonomi serta memberikan kesempatan yang sama dan saling menunjang antara badan usaha negara, koperasi, dan swasta berdasarkan asas kekeluargaan.
Pembangunan di bidang perumahan dan permukiman yang bertumpu pada masyarakat memberikan hak dan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berperan serta.
Di samping usaha peningkatan pembangunan perumahan dan permukiman perlu diwujudkan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemanfaatan dan pengelolaannya.
Sejalan dengan peran serta masyarakat di dalam pembangunan perumahan dan permukiman, Pemerintah mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk melakukan pembinaan dalam wujud pengaturan dan pembimbingan, pendidikan dan pelatihan, pemberian bantuan dan kemudahan, penelitian dan pengembangan yang meliputi berbagai aspek yang terkait antara lain tata ruang, pertanahan, prasarana lingkungan, industri bahan dan komponen, jasa konstruksi dan rancang bangun, pembiayaan, kelembagaan, sumber daya manusia serta peraturan perundang-undangan.
Sumber : http://www.sjdih.depkeu.go.id
Opini mengenai Hukum perburuhan
Hukum perburuhan harus di tegakkan, UU No.1 tahun 1951 tentang berlakunya UU No.12 tahun 1948 tentang kerja, UU No.22 tahun 1957 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan, UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok ketenagakerjaan dan lain-lain, menggambarkan bahwa kaum buruh harus diperhatikan.
Sebagai arsitek dan perencana yang menggunakan jasa buruh tentunya juga harus memprioritaskan nasib buruh .Dalam menggunakan jasa buruh ada sistematika tertentu.Misalnya, adanya sebuah Perjanjian kerja yang ditanda-tangani oleh kedua belah pihak baik oleh bos atau pemimpin perusahaan dan juga oleh buruh/karyawan.
Perjanjian kerja tersebut memuat :
-Nama, alamat perusahaan dan jenis usaha
-Identitas pekerja
-Jabatan dan jenis pekerjaan
-Tempat pekerjaan
-Besarnya upah
-Tanda tangan para pihak.
Jika sudah seperti itu kontrak kerja pun menjadi jelas dan akan memudahkan kedua belah pihak.
Hukum Perburuhan
Hukum Perburuhan, Adalah seperangkat aturan dan norma baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur pola hubungan Industrial antara Pengusaha, disatu sisi, dan Pekerja atau buruhdisisi yang lain. Tidak ada definisi baku mengenai hukum perburuhan di Indonesia. Buku-buku hukum Perburuhan di dominasi oleh karya-karya Prof. Imam Soepomo. Guru besar hukum perburuhan di Universitas Indonesia. karyanya antara lain : Pengantar Hukum Perburuhan; Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja dan Hukum Perburuhan, Undang-undang dan Peraturan-peraturan.
Belakangan, pasca Reformasi Hukum Perburuhan karya-karya Prof. Imam Soepomo dianggap oleh sebagian kalangan sudah tidak relevan lagi. hal ini terutama oleh aktivis Serikat Buruh dan advokat perburuhan. meskipun di perguruan tinggi yang ada Fakultas Hukumnya di seluruh Indonesia, masih menggunakan buku-buku karya Imam Soepomo sebagai rujukan wajib.
PENGERTIAN HUKUM PERBURUHAN
1. Menurut Molenaar : Hukum yang pada pokoknya mengatur
hubungan antara majikan dan buruh, buruh dengan buruh dan antara penguasa
dengan penguasa.
2. Menurut Levenbach : Sebagai sesuatu yang meliputi hukum
yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu dilakukan dibawah
pimpinan.
3. Menurut Van Esveld : Hukum perburuhan tidak hanya
meliputi hubungan kerja yang dilakukan dibawah pimpinan, tetapi termasuk pula
pekerjaan yang dilakukan atas dasar tanggung jawab sendiri.
4. Menurut Imam Soepomo : Himpunan peraturan baik tertulis
maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian seseorang bekerja pada
orang lain enggan menerima upah.
Sejarah Hukum Perburuhan
Pasca reformasi, hukum perburuhan memang mengalami perubahan luar biasa radikal. baik secara regulatif, politik, ideologis bahkan ekonomi Global. proses industrialisasi sebagai bagian dari gerak historis ekonomi politik suatu bangsa dalam perkembanganya mulai menuai momentumnya. hukum perburuhan, setidaknya menjadi peredam konflik kepentingan antara pekerja dan pengusaha sekaligus.
Sebagai Peredam Konflik, tentu ia tidak bisa diharapkan maksimal. faktanya, berbagai hak normatif perburuhan yang mustinya tidak perlu lagi jadi perdebatan, namun kenyataanya Undang-undang memberi peluang besar untuk memperselisihkan hak-hak normatif tersebut. memang Undang-undang perburuhan juga mengatur aturan pidanaya namun hal tersebut masih dirasa sulit oleh penegak hukumnya. disamping seabrek kelemahan lain yang kedepan musti segera dicarikan jalan keluarnya.
Masa Orde baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto benar-benar membatasi Gerakan Serikat Buruh dan Serikat Pekerja. saat itu Organisasi Buruh dibatasi hanya satu organisasi SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia).
LINGKUP HUKUM PERBURUHAN
Menurut JHA. Logemann, “Lingkup laku berlakunya suatu hukum
adalah suatu keadaan / bidang dimana keadah hukum itu berlaku”.
Menurut teori ini ada 4 lingkup Laku Hukum antara lain :
1. Lingkup Laku Pribadi (Personengebied)
Lingkup laku pribadi mempunyai kaitan erat dengan siapa
(pribadi kodrati) atau apa (peran pribadi hukum) yang oleh kaedah hukum
dibatasi.
Siapa – siapa saja yang dibatasi oleh kaedah Hukum
Perburuhan adalah :
a. Buruh.
b. Pengusaha.
c. Pengusaha (Pemerintah)
2. Lingkup Laku Menurut Waktu (Tijdsgebied)
Lingkup laku menurut waktu ini menunjukan waktu kapan suatu
peristiwa tertentu diatur oleh kaedah hukum.
3. Lingkup Laku menurut Wilayah (Ruimtegebied)
Lingkup laku menurut wilayah berkaitan dengan terjadinya
suatu peristiwa hukum yang di beri batas – batas / dibatasi oleh kaedah hukum.
4. Lingkup Waktu Menurut Hal Ikhwal
Lingkup Laku menurut Hal Ikwal di sini berkaitan dengan hal
– hal apa saja yang menjadi objek pengaturan dari suatu kaedah.
sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Perburuhan
Langganan:
Postingan (Atom)