Selasa, 19 Februari 2013

Opini mengenai UU Pemukiman&Perumahan

Apabila melihat dari blog sebelumnya tentang Undang-undang Pemukiman&Perumahan,dapat kita simpulkan bahwa Pemerintah wajib mengakomodir warganya dalam sektor kebutuhan pokok. Kebutuhan pokok adalah Sandang,Pangan, Papan. Tetapi dalam UU ini yang dibahas yaitu kebutuhan papan(rumah). 

Seperti pembahasan blog sebelumnya tentang rencana tata ruang kota bahwa, semua kota mempunyai RTRWnya masing-masing untuk penempatan kebutuhan lahan. Kebutuhan lahan itu antara lain adalah, sektor komersial, ruang publik, konservasi, hunian, dsb. Setiap bangunan yang di bangun di eilayah tersebut harus tepat peruntukan lahannya. Begitu juga dengan perumaahan. Hunian yang baik adalah yang tepat peruntukan lahannya sesuai dengan RTRW wilayah tersebut.

Jadi kesimpulannya adalah, sebagai arsitek, perencana, dan pelaksana proyek, dalam pembangunan bangunan apapun itu harus sesuai peruntukan lahannya. Misalnya, gedung pusat perbelanjaan dibuat pada sektor lahan Komersial. Taman kota dibuat pada jalur hijau / sektor Ruang terbuka Hijau. dan bangunan hunian / rumah harus dibangun pada sektor Hunian

Opini mengenai Peraturan Pembangunan Nasional



Apabila melihat dari blog sebelumnya tentang Peraturan Pembangunan Nasional ,dapat kita simpulkan bahwa perencanaan kota mempunyai aturan yang jelas dalam pengerjaannya. baik itu di tngkat pusat ataupun di tingkat daerah. Semuanya diperlukan aturan yang sistematis dan rigid.

Dalam perencanaannya Sebuah negara mempunyai "Master plan" negara tersebut dan dalam Pellaksanaannya pemerintah mempunyai Peraturan Pemerintah (PP) untuk terwujudnya "Master plan" negara tersebut. Semua perencana dan pelaksana proyek pembangunan harus taat terhadap Peraturan Pemerintah yang telah di sahkan oleh pemerintah.
Begitu juga dengan tingkat daerah. Setiap daerah mempunyai otonominya masing-masing dalam menentukan perencanaan kota untuk kedepannya. Perencanaan itu berbenuk Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang semua daeraah mempunyainya. Dan untuk mewujudkan perencanaan itu dibutuhkan adanya aturan. Aturan dalam tingkat daerah diatur pada Peraturan Daerah (Perda).

Kesimpulannya adalah sebagai arsitek, perencana, dan pelaksanaa proyek, harus mengikuti aturan-aturan yang aada pada wilayah yang dibangunnya.

Opini mengenai Hukum Perikatan


Bila melihat dari blog sebelumnya tentang Hukum Perikatan, dapat kita tarik kesimmpulan bahwa dalam melakukan pembelian jasa kita memerlukan adanya perjanjian kontrak yang jelas antara pengguna jasa dan pemberi jasa. 

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah:

1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.

2. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.

3. Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.

4. Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum

Hukum Perikatan

Menurut Hofmann :
Suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subyek-subyek hukum sehubungan dengan itu dengan seseorang atau beberapa orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu


Menurut Pitlo :
Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang  bersifat harta kekayaan antara 2 orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi

                Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara 2 pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum.

Dasar Hukum Perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah sebagai berikut.1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).2. Perikatan yang timbul undang-undang.

Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen)


a. Perikatan terjadi karena undang-undang semata


Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625 KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik pekarangan yang berdampingan. Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen) menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat), penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal termasuk dalam sumber – sumber perikatan.


b. Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia

Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela ( zaakwarneming).

Sumber : elearning.upnjatim.ac.id/



Undang-undang Pemukiman&Perumahan


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1992
TENTANG PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang
: a.
bahw dalam  pembangunan nasional yang pada akikatnya
adalah  pembangunan    manusia  Indonesia    seutuhnya    dan
pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, perumahan &
permukima yan layak sehat aman, serasi, dan teratur
merupakan    salah    satu    kebutuhan     dasar    manusia    dan
merupaka faktor  penting  dalam  peningkata harka dan
martabat mutu kehidupan serta kesejahteraan rakyat dalam
masyarakat  adil  da makmu berdasarka Pancasil dan
Undang-Undang Dasar 1945;

b bahwa   dalam rangka   pening katan   harkat   dan   martabat, mutu kehidupan dan kesejahteraan tersebu bagsetiakeluarga        Indonesia,     pembangunan     perumahan     dan permukiman sebagai bagian dari pembangunan nasional perlu terus           ditingkatkan   dan   dikembangkan   secara   terpadu, terarah, berencana, dan berkesinambungan;

cbahw peningkata da pengembanga pembangunan perumahan    dan    permukiman    dengan    berbagai    aspek permasalahannya perlu diupayakan sehingga merupakan satu kesatuan fungsional dalam wujud tatruang fisik, kehidupan ekonomi, dasosial budaya untuk mendukung ketahanan nasional mamp menjami kelestaria lingkungan  hidup, dan meningkatkan kualitakehidupan manusiIndonesia dala berkeluarga bermasyarakat berbangs dan bernegara;


Dari kutupan Undang - Undang tersebut dapat kita simpulkan bahwatuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana dimuat di dalam Undang-Undang Dasar 1945 dilaksanakan pembangunan nasional, yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia yang menekankan pada keseimbangan pembangunan kemakmuran lahiriah dan kepuasan batiniah, dalam suatu masyarakat Indonesia yang maju dan berkeadilan sosial berdasarkan Pancasila.

Perumahan dan permukiman merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa, dan perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan dan penghidupan masyarakat.

Perumahan dan permukiman tidak dapat dilihat sebagai sarana kebutuhan kehidupa semata-mata, tetapi lebih dari itu merupakan proses bermukim manusia dalam menciptakan ruang kehidupan untuk memasyarakatkan dirinya, dan menampakkan jati diri.

Untuk menjamin kepastian dan ketertiban hukum dalam pembangunan dan pemilikan, setiap pembangunan rumah hanya dapat dilakukan di atas tanah yang dimiliki berdasarkan hak-hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sistem penyediaan tanah untuk perumahan dan permukiman harus diganti secara nasional karena tanah merupakan sumber daya alam yang tidak dapat bertambah akan tetapi harus digunakan dan dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat. Proses penyediaannya harus dikelola dan dikendalikan oleh Pemerintah agar supaya penggunaan dan pemanfaatannya dapat menjangkau masyarakat secara adil dan merata tanpa menimbulkan kesenjangan ekonomi dan sosial dalam proses bermukimnya masyarakat.

Untuk mewujudkan perumahan dan permukiman dalam rangka memenuhi kebutuhan jangka pendek, menengah, dan panjang dan sesuai dengan rencana tata ruang, Suatu wilayah permukiman ditetapkan sebagai kawasan siap bangun yang dilengkapi jaringan prasarana primer dan sekunder lingkungan.

Penyelenggaran pembangunan perumahan dan permukiman mendorong dan memperkukuh demokrasi ekonomi serta memberikan kesempatan yang sama dan saling menunjang antara badan usaha negara, koperasi, dan swasta berdasarkan asas kekeluargaan.

Pembangunan di bidang perumahan dan permukiman yang bertumpu pada masyarakat memberikan hak dan kesempatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berperan serta.
Di samping usaha peningkatan pembangunan perumahan dan permukiman perlu diwujudkan adanya ketertiban dan kepastian hukum dalam pemanfaatan dan pengelolaannya.

Sejalan dengan peran serta masyarakat di dalam pembangunan perumahan dan permukiman, Pemerintah mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk melakukan pembinaan dalam wujud pengaturan dan pembimbingan, pendidikan dan pelatihan, pemberian bantuan dan kemudahan, penelitian dan pengembangan yang meliputi berbagai aspek yang terkait antara lain tata ruang, pertanahan, prasarana lingkungan, industri bahan dan komponen, jasa konstruksi dan rancang bangun, pembiayaan, kelembagaan, sumber daya manusia serta peraturan perundang-undangan.


Sumber : http://www.sjdih.depkeu.go.id

Opini mengenai Hukum perburuhan


Hukum perburuhan harus di tegakkan, UU No.1 tahun 1951 tentang berlakunya UU No.12 tahun 1948 tentang kerja, UU No.22 tahun 1957 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan, UU No.14 tahun 1969 tentang pokok-pokok ketenagakerjaan dan lain-lain, menggambarkan bahwa kaum buruh harus diperhatikan.

Sebagai arsitek dan perencana yang menggunakan jasa buruh tentunya juga harus memprioritaskan nasib buruh .Dalam menggunakan jasa buruh ada sistematika tertentu.Misalnya, adanya sebuah Perjanjian kerja yang ditanda-tangani oleh kedua belah pihak baik oleh bos atau pemimpin perusahaan dan juga oleh buruh/karyawan.

Perjanjian kerja tersebut memuat :

-Nama, alamat perusahaan dan jenis usaha
-Identitas pekerja
-Jabatan dan jenis pekerjaan
-Tempat pekerjaan
-Besarnya upah
-Tanda tangan para pihak.
Jika sudah seperti itu kontrak kerja pun menjadi jelas dan akan memudahkan kedua belah pihak.

Hukum Perburuhan


Hukum Perburuhan, Adalah seperangkat aturan dan norma baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur pola hubungan Industrial antara Pengusaha, disatu sisi, dan Pekerja atau buruhdisisi yang lain. Tidak ada definisi baku mengenai hukum perburuhan di Indonesia. Buku-buku hukum Perburuhan di dominasi oleh karya-karya Prof. Imam Soepomo. Guru besar hukum perburuhan di Universitas Indonesia. karyanya antara lain : Pengantar Hukum Perburuhan; Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja dan Hukum Perburuhan, Undang-undang dan Peraturan-peraturan.

Belakangan, pasca Reformasi Hukum Perburuhan karya-karya Prof. Imam Soepomo dianggap oleh sebagian kalangan sudah tidak relevan lagi. hal ini terutama oleh aktivis Serikat Buruh dan advokat perburuhan. meskipun di perguruan tinggi yang ada Fakultas Hukumnya di seluruh Indonesia, masih menggunakan buku-buku karya Imam Soepomo sebagai rujukan wajib.


PENGERTIAN HUKUM PERBURUHAN
1. Menurut Molenaar : Hukum yang pada pokoknya mengatur hubungan antara majikan dan buruh, buruh dengan buruh dan antara penguasa dengan penguasa.
2. Menurut Levenbach : Sebagai sesuatu yang meliputi hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana pekerjaan itu dilakukan dibawah pimpinan.
3. Menurut Van Esveld : Hukum perburuhan tidak hanya meliputi hubungan kerja yang dilakukan dibawah pimpinan, tetapi termasuk pula pekerjaan yang dilakukan atas dasar tanggung jawab sendiri.
4. Menurut Imam Soepomo : Himpunan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang berkenaan dengan kejadian seseorang bekerja pada orang lain enggan menerima upah.

Sejarah Hukum Perburuhan
Pasca reformasi, hukum perburuhan memang mengalami perubahan luar biasa radikal. baik secara regulatif, politik, ideologis bahkan ekonomi Global. proses industrialisasi sebagai bagian dari gerak historis ekonomi politik suatu bangsa dalam perkembanganya mulai menuai momentumnya. hukum perburuhan, setidaknya menjadi peredam konflik kepentingan antara pekerja dan pengusaha sekaligus.
Sebagai Peredam Konflik, tentu ia tidak bisa diharapkan maksimal. faktanya, berbagai hak normatif perburuhan yang mustinya tidak perlu lagi jadi perdebatan, namun kenyataanya Undang-undang memberi peluang besar untuk memperselisihkan hak-hak normatif tersebut. memang Undang-undang perburuhan juga mengatur aturan pidanaya namun hal tersebut masih dirasa sulit oleh penegak hukumnya. disamping seabrek kelemahan lain yang kedepan musti segera dicarikan jalan keluarnya.
Masa Orde baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto benar-benar membatasi Gerakan Serikat Buruh dan Serikat Pekerja. saat itu Organisasi Buruh dibatasi hanya satu organisasi SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia).


LINGKUP HUKUM PERBURUHAN
Menurut JHA. Logemann, “Lingkup laku berlakunya suatu hukum adalah suatu keadaan / bidang dimana keadah hukum itu berlaku”.
Menurut teori ini ada 4 lingkup Laku Hukum antara lain :
1. Lingkup Laku Pribadi (Personengebied)
Lingkup laku pribadi mempunyai kaitan erat dengan siapa (pribadi kodrati) atau apa (peran pribadi hukum) yang oleh kaedah hukum dibatasi.
Siapa – siapa saja yang dibatasi oleh kaedah Hukum Perburuhan adalah :
a. Buruh.
b. Pengusaha.
c. Pengusaha (Pemerintah)
2. Lingkup Laku Menurut Waktu (Tijdsgebied)
Lingkup laku menurut waktu ini menunjukan waktu kapan suatu peristiwa tertentu diatur oleh kaedah hukum.
3. Lingkup Laku menurut Wilayah (Ruimtegebied)
Lingkup laku menurut wilayah berkaitan dengan terjadinya suatu peristiwa hukum yang di beri batas – batas / dibatasi oleh kaedah hukum.
4. Lingkup Waktu Menurut Hal Ikhwal
Lingkup Laku menurut Hal Ikwal di sini berkaitan dengan hal – hal apa saja yang menjadi objek pengaturan dari suatu kaedah.

sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_Perburuhan

Sabtu, 16 Februari 2013

Pembangunan Infrastruktur


Bidang Fisik dan Prasarana, mempunyai tugas melaksanakan koordinasi dan penyusunan kebijakan perencanaan pembangunan di bidang fisik dan prasarana daerah meliputi penataan ruang dan pengembangan kawasan perkotaan.
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas, Bidang Fisik dan  Prasarana  mempunyai fungsi :
a. Penyusunan kebijakan perencanaan pembangunan di bidang fisik dan prasarana;
b. Pelaksanaan koordinasi dalam penyusunan rencana pembangunan di bidang fisik dan prasarana yang disusun oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah dan Instansi Vertikal;
c. Pelaksanaan koordinasi penyusunan rencana pembangunan di bidang fisik dan prasarana yang diusulkan kepada propinsi dan pemerintah;
d. Pengkoordinasian pelaksanaan pembangunan dibidang fisik dan prasarana;
e. Pelaksanaan inventarisasi permasalahan di bidang fisik dan prasarana serta merumuskan langkah - langkah pemecahannya;
f. Pelaksanaan bimbingan dan konsultasi pelaksanaan pembangunan dibidang fisik dan prasarana;
g. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi pelaksanaan rencana program/kegiatan di bidang fisik dan prasarana;
h. Pelaksanaan tugas dinas lain yang diberikan oleh Kepala Badan sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagaimana tersebut di atas, Kepala Bidang Fisik dan Prasarana dibantu oleh:
1)    Sub Bidang Tata Ruang
Sub Bidang Tata Ruang,  mempunyai  tugas menyusun rencana, menyiapkan bahan, mengolah, menganalisa data dan mengkoordinasikan program-program pembangunan di bidang tata ruang dan sumber daya alam.
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana tersebut diatas, Sub Bidang  Tata Ruang  mempunyai fungsi:
a. Penyusunan rencana program kerja tahunan Sub Bidang Tata Ruang;
b. Penyiapan bahan dalam rangka penyusunan perencanaan pembangunan di bidang tata ruang dan sumber daya alam;
c. Penyiapan bahan penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kota;
d. Penyiapan bahan dalam rangka pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang;
e. Penyiapan bahan dalam rangka pengkoordinasian perencanaan pembangunan di bidang tata ruang dan sumber daya alam dengan instansi terkait di lingkungan pemerintah kota ;
f. Penyiapan bahan dalam rangka pelaksanaan monitoring dan evaluasi kegiatan perencanaan pembangunan di bidang tata ruang dan sumber daya alam;
g. Pengolahan dan analisis program - program pembangunan di bidang tata ruang dan sumber daya alam sebagai bahan penyusunan perencanaan pembangunan;
h. Pelaksanaan inventarisasi permasalahan di bidang tata ruang dan sumber daya alam serta merumuskan langkah-langkah pemecahan;
i. Penyusunan laporan hasil pelaksanaan tugas; dan
j. Pelaksanaan tugas dinas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Fisik dan  Prasarana  sesuai dengan tugas dan fungsinya.

2)    Sub Bidang Pengembangan Perkotaan
Sub Bidang Pengembangan Perkotaan,  mempunyai  tugas menyusun rencana, menyiapkan bahan, mengolah, menganalisa data dan mengkoordinasikan program - program pembangunan di bidang prasarana kebinamargaan, keciptakaryaan, pengairan, perhubungan dan telekomunikasi, dan lingkungan hidup serta pengembangan kawasan - kawasan khusus kota.
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana tersebut di atas, Sub Bidang Pengembangan Perkotaan  mempunyai fungsi :
a. Penyusunan rencana program kerja tahunan Sub Bidang Pengembangan Perkotaan;
b. Penyiapan bahan dalam rangka penyusunan perencanaan pembangunan di bidang pekerjaan umum prasarana jalan, cipta karya, perhubungan, perumahan permukiman, lingkungan hidup dan pengembangan kawasan - kawasan khusus kota;
c. Penyiapan bahan perencanaan berbagai peluang kerjasama untuk pengembangan kawasan perkotaan dan kawasan - kawasan khusus dalam kota;
d. Penyiapan bahan dalam rangka pengkoordinasian perencanaan pembangunan di bidang prasarana jalan dan jembatan, cipta karya, perhubungan dan telekomunikasi, perumahan permukiman dan lingkungan hidup serta pengembangan kawasan-kawasan khusus kota dengan instansi terkait di lingkungan pemerintah kota;
e. Penyiapan bahan dalam rangka pelaksanaan monitoring dan evaluasi kegiatan perencanaan pembangunan di bidang prasarana jalan dan jembatan, cipta karya, perhubungan dan telekomunikasi, perumahan permukiman dan lingkungan hidup serta pengembangan kawasan-kawasan khusus kota;
f. Pengolahan dan analisis program - program pembangunan di bidang prasarana jalan dan jembatan, cipta karya, perhubungan dan telekomunikasi, perumahan permukiman dan lingkungan hidup serta pengembangan kawasan - kawasan khusus kota sebagai bahan penyusunan perencanaan pembangunan;
g. Pelaksanaan inventarisasi permasalahan di bidang prasarana jalan dan jembatan, cipta karya, perhubungan dan telekomunikasi, perumahan permukiman dan lingkungan hidup serta pengembangan kawasan - kawasan khusus kota serta merumuskan langkah - langkah pemecahan;
h. Penyusunan laporan hasil pelaksanaan tugas; dan
i. Pelaksanan tugas dinas lain yang diberikan oleh Kepala Bidang Fisik dan  Prasarana  sesuai dengan tugas dan fungsinya.
sumber : Bappeda.go.id

AMDAL dalam perancangan


Seperti telah dijelaskaan pada blog sebelumnya bahwa , Dalam merancang bangunan seorang Arsitek tidak hanya harus memperhatikan si pengguna bangunan ataupun desain bangunan tersebut. Tetapi arsitek juga harus memperhatikan lingkungan sekitarnya yang biasa disebut Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

AMDAL disini mencakup beberapa aspek yaitu aspek Abiotik, Biotik, dan Kultural. Pada blog ini saya akan memberikan tanggapan mengenai aspek yang menjadi perhatian AMDAL pada perancangan.

A. Aspek Abiotik

Aspek Abiotik adalah tidak memiliki ciri hidup; tidak hidup; berhubungan dng atau dicirikan oleh tidak adanya organisme hidup; benda tidak hidup, msl batu-batuan dan bangunan rumah.

Aspek abiotik yang perlu diperhatikan adalah seperti tanah, air, dan benda mati di site&sekitar dimana tempat perancangan tersebut.



B. Aspek Biotik

Aspek Biotik adalah makhluk hidup (tumbuhan, hewan, manusia), baik yg mikro maupun yg makro serta prosesnya. Dalam merancang sebuah bangunan seorang arsitek juga harus memperhatikan aspek biotik yaitu seperti Vegetasi/tanaman yang ada pada site, maupun ekosistem yang telah terbntuk pada site sebelumnya. sebaagai seorang perencana dan pelaksana proyek, Arsitek janganlah hanya mementingkan keuntungan / Profit melainkan haruslah memperhatikan lingkungan binaannya juga.


C. Aspek Kultural

Aspek Kultural adalah aspek kebudayaan lokal yang original dari daerah tersebut. didalam merancang dan membangun bangunan aspek kultural juga penting untuk diperhatikan. Dalam mendesain bangunan diperlukan adanya kontekstual / benar tidaknya penerapan desain bangunan dengan lingkungan sekitarnya. Apabila kita membangun bangunan di daerah pedalaman, janganlah membangun dengan modern style yang "kotak-kotak" karena gaya arsitekturnya tidak tepat pada wilayah bangunan itu dibangun. Jadi aspek kultural juga tidaak kalah penting dalam perancangan dan pembangunan.





Environtment Impact Analisist

   Dalam merancang bangunan seorang Arsitek tidak hanya harus memperhatikan si pengguna bangunan ataupun desain bangunan tersebut. Tetapi arsitek juga harus memperhatikan lingkungan sekitarnya. Bila di luar negeri ada Environtment Impact Analisist. Di Indonesia juga diterapkan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

      Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek AbiotikBiotik, dan Kultural. Dasar hukum AMDAL adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999 tentang "Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup"

Dokumen AMDAL terdiri dari :
  • Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
  • Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
  • Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
  • Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)


AMDAL digunakan untuk:
  • Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
  • Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  • Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  • Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
  • Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan


Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah:
  • Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL
  • Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan, dan
  • masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.
Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:

  1. Penentuan kriteria wajib AMDAL, saat ini, Indonesia menggunakan/menerapkan penapisan 1 langkah dengan menggunakan daftar kegiatan wajib AMDAL (one step scoping by pre request list). Daftar kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012
  2. Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKL-UPL, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010
  3. Penyusunan AMDAL menggunakan Pedoman Penyusunan AMDAL sesuai dengan Permen LH NO. 08/2006
  4. Kewenangan Penilaian didasarkan oleh Permen LH no. 05/2008

Sumber : http://id.wikipedia.org
.